Sunday, August 20, 2017 0 comments

Maulana Jalaluddin Muhamad Balkhi/ Rumi (604-672 H)


www.jurussemuailmu.blogspot.com
Biografi Maulan Rumi versi buku Mesnevi, karya Prof. Dr. Nevzar Tarhan
Tanggal 5 Jumadil Tsani tahun 672 hijriah, Maulana Jalaluddin Muhamad Balkhi, yang lebih dikenal dengan nama Maulawi atau Rumi, meninggal dunia di kota Qaunie, yang kini termasuk ke dalam wilayah Turki. Rumi adalah penyair paling legendaris dunia Islam abad ketujuh hijriah. Kemampuannya dalam menyusun kata-kata syair, serta makna irfani yang terkandung dalam bait-bait syairnya, hingga kini masih menjadi bahan penelaahan para kritikus sastra dunia.


Rumi dilahirkan tahun 604 hijriah di kota Balkh, Afghanistan utara. Kemudian, saat ia mulai menanjak usia remaja, Rumi bersama ayahnya pergi menuju Qaunie. Di kota itulah ayahandanya wafat. Rumi kemudian pergi menuju Damaskus dan Halab untuk menuntut ilmu-ilmu agama. Setelah merasa cukup, Rumi kembali ke Qaunie untuk mengajarkan apa yang pernah dipelajarinya. Beberapa tahun kemudian, Rumi bertemu dengan Syams Tabrizi, sufi paling terkenal saat itu. Perjumpaannya dengan Syams Tabrizi itu ternyata menimbulkan revolusi besar dalam jiwanya. Ia kemudian melakukan kehidupan zuhud dalam rangka pembersihan jiwa dan mulai menulis syair-syair berbahasa Persia yang berisikan hikmah dan ajaran-ajaran sufistik.



Karya Jalaluddin Rumi yang paling legendaris adalah kitab syair dalam bahasa Persia berjudul "Matsnawi Ma'nawi". Rumi juga menulis sejumlah buku lainnya, yang di antaranya berjudul "Fihi Ma Fihi", "Maktubat Maulana", dan "Ruba'iyat".

Biografi Maulana Rumi versi 'Isa 'Ali al-'Akub dalam pengantar buku Fihi Ma Fihi
Pengarang kitab Fihi Ma Fihi ini adalah seorang lelaki bernama Muhammad, dan mendapat julukan Jalaluddin. [1] Murid-murid dan para shahabatnya memanggil beliau dengan panggilan Maulana (Tuanku) yang searti dengan kata Khawaja dalam bahasa Persia, sebuah penghargaan maknawi dan sosial. Kata Maulana sendiri adalah terjemahan dari bahasa Persia Khudawanda kar, yang mana julukan ini pertama kali diberikan oleh ayahnya. Dalam literatur Persia modern, dia terkenal dengan sebutan Mevlevi. 
Terkadang disematkan pula julukan Rumi atau Maulana Rumi karena dia hidup di sebuah negeri Romawi, tepatnya di daerah Asia Kecil atau Anatolia yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Turki, sementara tempat tinggal ayah dan ibunya berada di kota Konya. Di negara Barat, dia dikenal dengan sebutan Rumi.
Maulana Rumi lahir di kota Balkha, sala satu kota di daerah Khurasan, pada 6 Rabi'ul Awal 604 H atau 30 September 1207 M. Nama asli ayah beliau adalah Bahauddin Muhammad, tetapi nama yang lebih masyhur adalah Baha' Walad. beliau adalah seorang pakar Fiqih yang agung, pemberi fatwa, sekaligus salah satu guru tarekat al-Kubrawiyah (pengikut Najmuddin al-Kubra), yang mendapat julukan Sultan al-Ulama (pembesar para Ulama). Dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa julukan itu diberikan langsung oleh Nabi Muhammad saw., melalui mimpi. Sebagian riwayat menyatakan bahwa nasab Baha' Walad dari jalur ayah bersambung kepada Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, sementara dari jalur ibu memiliki ikatan darah dengan raja-raja Khawarizmi.
Diketahui juga dari beberapa riwayat bahwa Baha' Walad sering berdiskusi dan beradau argumentasi dengan para pembesar Khawarizmi, bahkan dengan Imam Fakhrurrazi. Beliau pernah berkata:

"Kalian adalah tawanan materai yang tak berharga dan kalian terhalang untuk mencapai hakikat." 
Namun pergulatan Baha' Walad dengan mereka tidak berlangsung lama dan terputus setelah serangan Mongol mempersempit ruang gerak ayah Rumi di Khurasan. Hingga ia dan keluarganya harus hijrah menuju Asia Kecil, sebuah tempat perlindungan yang dihiasi oleh para ulama, pemikir dan orang bijak.
Sampai beberapa tahun sebelum mereka berhijrah, Baha' Walad tidak menetap di kota Balkha, namun ia lebih sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di wilayah Khurasan, seperti Wakhsy, Tirmidz dan Samarkand.
Perjalanan panjang ke Konya beserta keluarganya dimulai pada tahun 616 atau 617 H, seiring dengan gempuran tentara Moghul ke kota-kota Khurasan. Sebenarnya dalam perjalanan itu Baha' Walad hendak melaksanakan ibadah haji ke kota Makkah al-Mukarromah, tetapi niat itu baru terlaksana setelah ia dan keluarganya menetap di Konya. Keluarga Baha' Walad juga sempat singgah ke kota Naisabur, pasangan dari kota Khurasan, dan disambut oleh Syekh Fariduddin al-Attar, seorang bijak dan penyair besar yang berada di pasar tempat para penjual minyak di kota itu. Ia tinggal di sebuah bilik yang saat ini dikenal dengan sebutan apotek. Di sana ia mengobati orang-orang sakit dengan obat-obat racikannya sendiri, di samping itu ia juga sering menggubah syair Irfani dan mengarang berbagai kitab yang berharga. Menurut sebagaian sumber informasi, Syekh Fariduddin kagum dengan kepribadian Maulana Rumi yang meski masih belia namun sudah memiliki tingkat kecerdasan dan ketangkasan yang luar biasa sehingga beliau memberikan kitab karangannya yang berjudul Asrar Namih (Book of Secrets) kepada Rumi dan berkata pada ayahnya:
"Sesungguhnya anakmu akan menyalakan api dengan cepat di sekam dunia ini."
Kemudian dari kota Naisabur, mereka beranjak menuju Baghdad. Terdapat bermacam kejadian yang dialami ayah Rumi selama tiga hari di sana. Ia pernah meramalkan kemungkinan runtuhnya Dinasti Bani Abbasiyah, kedatangan khalifah ke kediamannya, dan mangkatnya sang lentera agama, Abu Hafs as-Suhrawardi, seorang bijak yang alim, terpandang, dan pemilik karya monumental 'Awarif al-Ma'arif (The Knowledge of The Spiritually Learned). Dari Baghdad, Baha' Walad membawa keluarganya keluar menuju Hijaz, kemudian bertolak ke kota Syam, dan menetap cukup lama di sana.
Beberapa versi riwayat yang tidak begitu valid menjelaskan perjalanan Baha' Walad dan putranya Maulana Rumi menuju kota Arzanjan di negara Armenia, bahwa mereka juga pernah singgah dalam waktu yang lama di kota Ak-Shahr (Aksehir), Malta, dan Laranda, yang menjadi tempat waatnya ibunda Maulana Rumi, Mu'mine Khatun. Di tempat ini pulalalh Rumi dipertemukan dengan seorang gadis bernama Jauhar Khatun yang kemudian dinikahinya dan melahirkan putra yang bernama Sultan Walad.
Perjalanan Baha' Walad bersama putranya sampai ke kota Konya pada tahun 626 H/ 1229 M. Kedatangannya dimuliakan oleh Sultan Seljuk Romawi, Alauddin Kaiqubad. Baha' Walad meninggal dunia pada 18 Rabi'ul Awal 628 H/ 1231 M. Kemudian Maulana Rumi menggantikan kedudukan ayahnya dalam mengajar ilmu Fiqh, memberi fatwa dan mendidik manusia.
Setahun setelah wafatnya Baha' Walad, datanglah salah seorang muridnya yang bernama Burhanuddin Muhaqqiq al-Tirmidzi yang ingin menemui guru yang dirindukannya. Namun perpisahan Burhanuddin dengan gurunya ini membuatnya pilu. Kemudian Burhanuddin memberikan pendidikan pada Maulana, dan yang pertama kali ia sampaikan adalah apa yang ia peroleh dari ayahnya. Burhanuddin menyarankan agar Maulana Rumi pergi ke kota Syam untuk meningkatkan kapasitas keilmuannya. Rumi kemudian dikirim ke kota Halb. Sambil ditemani olehnya, Rumi keluar sampai ke daerah Caesarea. Selama sembilan bulan lamanya, Burhanuddin al-Tirimidzi menjadi kekasih sekaligus mursyid bagi Rumi, baik jauh maupun dekat.
Diceritakan pula bahwa Maulana menetap di Halb sebelum menjelajahi separuh wilayah Damaskus. Sebagian pakar berpendapat bahwa wawasan luas Maulana Rumi yang berkaitan dengan keilmuan Islam terlihat pada kitabnya Matsnawi. Ia berhasil memperoleh pengetahuan tersebut saat ia masih berada di Halb dan Damaskus, di mana pada saat itu dua kota ini terkenal dengan sekolah-sekolah Islam terkemuka yang pengajarannya dijalankan oleh para cendikiawan ilmu Fiqih tersohor. Di dekat sekolah itu, tepatnya di Damaskus, juga hidup seorang guru Irfani terbesar, Syekh Muhyiddin Ibnu 'Arabi. Termasuk dari kebiasaan para pencari ilmu tersurat maupun tersirat adalah menelusuri separuh Damaskus dari setiap penjuru dunia Islam.
Kemudian Maulana kembali ke kota Konya dengan membawa predikat sebagai seorang yang alim akan ilmu-ilmu keislaman. Para cendikiawan dan ulama menyambut kedatangannya. Begitu pula dengan para pengikutinya, yakni kaum sufi, yang menganggapnya sebagai bagian dari mereka. Pada kesempatan itu, Burhanuddin memaksa dan mendorongnya untuk menjadi seorang mursyid besar dan salah satu guru Irfani yang agung. Pada tahun 638 H/ 1241 M, Burhanuddin al-Tirmidzi wafat di kota Caesarea. Sedangkan Maulana Rumi terus mengajar dan memberi tuntunan kepada para murid di sekelilingnya.
Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 642 H, sebelum terjadinya perubahan besar pada kehidupan Maulana Rumi. Tepatnya pada senin, 26 Jumadil Tsani 642 H, Syamsuddin al-Tabrizi berkunjung ke kota Konya. Dia adalah seorang pria berperawakan tinggi, wajahnya padat berisi, serta kedua matanya dipenuhi oleh amarah dan kasih sayang. Dia banyak bersedih dan umurnya sekitar enam puluhan tahun.
Syams telah banyak bergulat dengan para guru tarekat dan sempat menimba kepada beberapa mursyid, di antara adalah Abu Bakar as-Sallal at-Tabrizi dan Ruknuddin as-Syijasi. Tetapi, mereka tidak dapat menjawab kegoncangan jiwa yang dialami oleh Syams al-Tabrizi serta memuaskan beberapa persoalan yang menghinggapi jiwanya. Karena merasa tidak puas, beliau kemudian meninggalkan kampung halamannya untuk mencari seseorang yang mampu memberinya jawaban. Beliau pernah berkata:
"Aku mencari seseorang yang sejenis denganku agar aku dapat menjadikannya kiblat, tempatku menghadap. Aku telah jenuh dengan diriku sendiri."
Demikianlah hingga akhirnya beliau pergi dari Tabriz menuju Baghdad dan terus melanjutkan perjalanannya ke Damaskus, tempat Ibnu 'Arabi berada. Di sana terjadilah pergulatan dan diskusi antar keduanya.
Beliau masih terus mengembara dari satu kota ke kota lainnya dan akhirnya sampai ke kota Konya. Syamsuddin di liputi oleh kebingungan, sebagaimana disinggung dalam beberapa tulisannya yang menggambarkan kebingungan itu. Ketika ia sampai ke sana, ia tidak mengetahui apakah ia akan menemukan seseorang yang dicarinya di kota itu atau tidak? Beberapa saat lamanya ia terdiam. Dengan menyembunyikan identitas aslinya, ia menyewa sebuah kamar bersama seorang pedagang di kediaman seorang wanita pedagang gula. Sampai akhirnya ia menemukan Rumi.
___________________________________________
[1] Dalam menulis sejarah singkat dari kehidupan Maulan Rumi ini kami merujuk pada buku pengantar berharga yang ditulis oleh Dr. Muhammad Isti'lami yang mentahkik kitab Matsnawi. Untuk mengurai biografi Rumi, kita juga bisa menelusuri beberapa kitab terjemah lainnya seperti: Yad al-Syi'ri: Khamsatu Syi'rai Mutashawwifah min Faris karya Inayat khan, Mystical Dimensions of Islam karya Anemmarie Schimmel, serta buku Rumi and Sufism karya Eva de Vitray dan Meyerovitch. 

Baca Selengkapnya >>>
Saturday, August 19, 2017 0 comments

Tidak takut kehilangan 85 gram emas

www.jurusemuailmu.blogspot.com
Tokoh dalam kisah ini adalah Bilal bin Sa'ad. Tahukah engkau siapa Bilal bin Sa'ad? Abdullah bin Al-Mubarak berkata:
"Kedudukan Bilal bin Sa'ad di negeri Syam [1] dan Mesir layaknya kedudukan Hasan Al-Bashri di Bashrah. Beliau seorang imam dari kalangan Tabi'in. Beliau wafat sekitar 120 H. 
Ketika putra Bilal bin Sa'ad wafat, seorang lelaki datang menemui Bilal. Lelaki itu mengatakan bahwa putranya yang wafat mempunyai utang kepadanya lebih dari 20 dinar [2]. Bilal bertanya,
"Ada saksi?"
Lelaki itu jawab,
"Tidak"
"Ada bukti catatan?" tanya Bilal lagi.
"Tidak."
Bilal berkata, "Kalau begitu, silahkan bersumpah."
"Ya", kata orang itu. 
Namun Bilal lantas meninggalkan orang itu dan tak jadi memintanya bersumpah. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar membawa banyak dinar. Beliau berikan dinar itu dan berkata:
"Bila kau benar, aku sudah memenuhi kewajiban putraku. Bila kau dusta, dinar-dinar ini sedekah buatmu."

=========================================

[1] Syam kala itu meliputi: Palestina, Libanon, Jordan, dan Suriah.
[2] 1 dinar = 4,25 gram, jadi 20 dinar = 85 gram emas  dan 1 dirham = 2,975 gram, jadi 200 dirham = 595 gram perak 
[3] Shifat Al-Shafwah, J. I H. 217 
Baca Selengkapnya >>>
0 comments

Seorang ulama rela mengganti warna bajunya demi menjaga perasaan muridnya

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Abu Al-Fadhl Yusuf bin Muhammad, yang dikenal dengan Nama Ibnu Al-Nahwi, beliau berasal dari Tawzar di negeri Magribi. Beliau seorang zahid - pribadi ahli zuhud- yang sangat bersahaja. Beliau tak punya hajat pada manusia, tidak mengharap pemberian dari siapapun. Beliau hanya makan apa yang Allah berikan kepadanya dari negerinya. [1] Bila beliau punya keperluan dan rezekinya telat datang, beliau bertawajuh - menghadap diri dan membulatkan diri - kepada Allah dengan doa. Maka Allah pun memenuhi atau meringankan keperluannya.

Pada suatu hari, Abu Al-Hasan Ali bin Hirzihim [2] (w. 559 H.) bercerita:
"Abu Fadhl biasa mengenakan baju putih. Hari itu, seorang siswa mengunjunginya. Siswa itu terburu-buru bersalaman, sehingga menumpahkan tinta ke baju Abu Fadhl. Siswa itu pun merah mukanya saking malunya. Ia merasa kikuk tak karuan. 
Demi melenyapkan malunya itu, Abu Al-Fadhl berkata kepadanya:
"Aku sudah lama berpikir, dengan warna apa aku celup baju ini? Sekarang aku telah mencelupnya dengan warna ini. Beliaupun melepaskan bajunya, mengirimnya ke tukang celup dan berpesan untuk dicelup dengan warna tinta itu."
Maka, rona merah siswa itu sirna.

[1] Hidup mandiri, cukup dengan rezeki yang Allah berikan dan tidak melirik rezeki orang lain.
[2] Seorang guru sufi dan pengajar di Universitas Qarawiyyin di kota Maroko. Beliau wafat di kota Fes, Maroko tahun 559 H.
[3] Kisah ini diambil dari kitab Al-Tasyawwu Ila Rijal Al-Tashawwuf karya al-Tadili h. 97
Baca Selengkapnya >>>
Tuesday, June 13, 2017 0 comments

Aku bersaksi bawa engkau salah seorang putra (cucu) Rasulullah saw.

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib. Ia terkenal dengan nama Zainal Abidin (sang hiasan para ahli ibadah), saking banyaknya ibadah. al-Zuhri dan Ibn 'Uyainah berkata: "Kami belum pernah melihat seorang Quraish yang lebih mulia dari beliau." al-Zuhri berkata: "Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih fakih (ahli islam) daripada beliau." Said bin Musayyab berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih wara' (teramat patuh kepada allah) daripada beliau."Banyak riwayat yang menggetarkan tentang khusuknya beliau ketika berwudhu, shalat, ibadah haji, juga tentang tawadhunya, kelembutan, dan kedermawanannya. Ketika beliau berwudhu, pucat pasi wajahnya. Keluarganya pernah bertanya; "Apa yang membuatmu selalu pucat ketika berwudhu?" Beliau menjawab, "Bukankah kalian tahu kepada siapa aku akan menghadap?"Ketika berjalan, beliau tidak mengayunkan tangannya melewati pahanya saking tawadhu dan lembut hatinya. Ketika akan shalat, gemeterlah tubuhnya. Beliau sangat senang bila tak ada seorang pun yang menyaksikannya ketika beliau berwudhu. Beliau tak pernah meninggalkan shalat malam, dan setiap malam shalat seribu rakaat. Ketika angin berhembus mengenai dirinya, beliau pingsan karena takutnya kepada Allah. Beliau wafat di Madinah tahun 94 H, dan dimakamkan dii makam Baqi'.
Kala itu, Ali Zainal Abidin baru saja keluar dari masjid. Seorang lelaki tiba-tiba menghadangnya. Lelaki itu mencela dan mencaci makinya. Serta merta, budak-budak dan fakir miskin menghambur dengan maksud memberi pelajaran kepada lelaki itu. Tapi Ali Zainal Abidin berkata, 
"Bersikap lunaklah kalian!"
Lalu, Ali kembali menghadap lelaki tadi dan dengan lembutnya berkata, 
"Kekurangan kami yang tak engkau ketahui, masih banyak. Saudaraku, apakah engkau punya kebutuhan yang bisa kami bantu?"
Lelaki itu merah wajahnya saking malunya. Lalu Ali memberinya gamis yang beliau kenakan, juga mengatakan titah,untuk memberinya seribu dirham. 
Sejak itulah, setiap kali lelaki itu bertemu Ali Zainal Abidin, dia selalu berkata: 
"Aku bersaksi bawa engkau salah seorang putra (cucu) Rasulullah saw."

Sumber:
---------------------------
Shifat al-Shafwah Karya Ibn al-Jauzi Jilid II, Halaman 100


Baca Selengkapnya >>>
Monday, June 12, 2017 0 comments

Ummu Muhammad al-Qabilah (wafat 615 H)

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Ummu Muhammad al-Qabilah adalah seorang wanita saleh dan teladan di kabilahnya. Ia putri al-Husein bin Abdullah. Ia dikenal dengan nama Ummu Muhammad. Wanita mulia ini biasa memberi pelayanan gratis untuk persalinan wanita-wanita fakir miskin. 

Dalam kitabnya Mursyid al-Zuwwar, Muwaffiq al-Din menuturkan kisah Ummu Muhammad tanpa menyebutkan tahun wafatnya. Beliau wafat tahun 615 H. 
Hari itu, seorang perempuan datang menemui Ummu Muhammad dan berkata: 
"Maukah engkau pergi bersamaku untuk membidani seorang perempuan fakir?
"Ya," jawab Ummu Muhammad
Ummu Muhammad pun pergi bersamanya hingga tiba di sebuah rumah. Ketika masuk, mata Ummu Muhammad menangkap seorang perempuan muda yang cantik jelita laksana purnama, tapi ia tidak mengenakan pakaian karena miskinnya. 
Ummu Muhammad bertanya, 
"Siapa perempuan ini?"
"Dia anakku. Ketika hamil muda, suaminya berangkat perang. Lalu orang-orang mengatakan, suaminya telah gugur. Tapi yang lain mengatakan, suaminya masih hidup. Sejak itu kami ditimpa kefakiran seperti yang engkau lihat ini." 
Selang beberapa saat, perempuan jelita itu mengerang kesakitan. Ia lalu melahirkan bayi yang sempurna seperti purnama. Ummu Muhammad segera melepaskan gamisnya dan memotongnya menjadi dua bagian. Ia membungkus bayi mrah itu dengan kain dari gamisnya. Setelah beres dan memberikan keperluan lainnya, Ummu Muhammad pun pulang. 
Selama sebulan penuh, setiap hari, Ummu Muhammad menengok perempuan itu. 
Hari itu, setelah lewat sebulan, ibu perempuan itu datang menemui Ummu Muhammad dengan wajah berseri. 
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Ummu Muhammad.
"Pergilah bersamaku agar matamu senang menyaksikannya sendiri."
Ummu Muhammad pun kembali memasuki rumah itu. Kini, dilihatnya begitu banyak harta. Seorang pemuda dilihatnya pula sedang duduk di samping perempuan jelita itu. 
Ummu Muhammad bertanya, 
"Siapa pemuda itu?" 
"Dia suami putriku, ia pulang membawa banyak harta." 
Pemuda itu segera menyambut Ummu Muhammad dan menciumi kepala Ummu Muhammad dengan takzimnya. Lalu ia menyerahkan sekantong berisi seratus dinar.
Serta merta Ummu Muhammad gemetar. Ia berkata, 
"Aku berlindung kepada Allah, dari menjual akhiratku dengan dinar ini." 
Dinar itu ia tolak baik-baik, lalu ia terburu-buru pamit. 
Sejak itu, Ummu Muhammad tak pernah kembali. 

Sumber: 
-------------------------------
Raf A'lam al-Nashr bizikri Auliya Mishr, Karya Muhammad Khalid Tsabit, Halaman 91
Baca Selengkapnya >>>
Sunday, June 11, 2017 0 comments

Fairuz al-Dailami (wafat 53 H)

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Fairuz al-Dailami adalah salah seorang raja berdarah Persia di Yaman. Ia masuk Islam dengan keislaman yang elok. (Pada masa Nabi saw.) Ketika al-Aswad  al-Ansi mengklaim kenabian dan memberontak di Yaman, Fairuz menentang dan membunuhnya. [1] Beliau juga perawi banyak hadits. Beliau wafat pada masa kepemimpinan Muawiyah tahun 53 H.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a., sang khalifah melayangkan surat kepada Fairuz, sang raja yang baru saja naik tahta di Yaman. Dalam surat itu Umar berkata, 
"Aku mendengar engkau asyik makan otak dan madu (hidup senang). Bila suratku ini telah kau terima, segeralah menghadapku dan berperanglah di jalan Allah."
Sang raja pun segera berangkat ke Madinah untuk menemui Umar. Setibanya di rumah Umar, ia memohon izin untuk masuk. Ia pun dipersilakan. Namun, di tengah pintu Umar, tiba-tiba seorang pemuda Quraish menyalipnya. Fairuz tidak terima, ia memukul keras pemuda itu sehingga wajahnya berdarah. Pemuda itu pun segera masuk menemui Umar dengan lumuran darah. Umar bertanya: 
"Siapa yang melakukan ini padamu?"
"Fairuz, dia ada di pintu," jawab pemuda itu. 
Ketika Fairuz masuk, Umar berkata sambil menunjuk pemuda yang berlumuran darah itu:
"Apa ini, Fairuz?"
Fairuz menjawab, 
"Wahai Amirul Mukminin, aku baru diangkat jadi raja. Engkau mengirim surat kepadaku agar aku menghadap kepadamu. Sedangkan pemuda itu tidak engkau kirimi surat. Dan tadi di depan pintu rumahmu, engkau sudah mengizinkanku masuk sebelum mengizinkan pemuda ini masuk. Tapi ia hendak mendahuluiku. Maka aku memukulnya sebagaimana diceritakan padamu."
"Qishash," tegas Umar.
"Apakah wajib qishash?" tanya Fairuz.
"Tidak boleh tidak!" jawab Umar.
Fairuz, sang raja itu pun berlutut dan mengangkat wajahnya, siap untuk diqishash. Pemuda itu serta merta berdiri untuk mengqishashnya.
Umar berkata: 
"Demi Rasulmu, wahai pemuda. Aku kabarkan kepadamu aku mendengar dari Rasulullah saw., Pada sebuah perang, aku mendengar beliau bersabda:
'Pada malam ini, al-Aswad al-Ansi al-Kadzdzab (si pendusta) dibunuh. Dia dibunuh oleh seorang hamba saleh bernama Fairuz al-Dailami.'
Apakah engkau akan tetap mengqishashnya setelah mendengar perkataan ini dari Rasulullah saw.,?"
Pemuda itu berkata: 
"Aku memaafkannya setelah engkau mengabariku kabar dari Rasulullah saw." 
Fairuz berkata kepada Umar: 
"Apakah pemberian maaf ini dapat menyelamatkanku dari qishash? Barusan pada saat aku sudah siap diqishash, Apakah pemuda ini betul-betul rela memaafkanku dan bukan karena paksaan?" 
Umar menjawab, 
"Ya."
Fairuz berkata, 
"Kalau begitu, saksikanlah wahai Pemimpin kaum Mukmin. Aku berikan padanya pedangku, kudaku, dan 30 ribu dirhamku."
Umar melirik pemuda Quraish itu dan berkata: 
"Saat engkau memaafkan, wahai saudara Quraisy, engkau (sudah) mendapat pahala. Kini engkau pun mendapat harta."
Sumber:
-------------------------------------------------------
[1] Dikisahkan bahwa al-Aswad al-Ansi memiliki 700 pasukan, dan ia meluaskan wilayah kekuasaannya hingga membuat Muad bin Jabal r.a. dan perwakilan Nabi saw. lainnya harus pulang ke Madinah.
[2] Kanz al-'Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi
Baca Selengkapnya >>>
Thursday, June 8, 2017 0 comments

Ahmad bin Mahdi (Wafat 272 H.)

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Abu Ja'far Ahmad bin Mahdi bin Rustam adalah seorang sufi kaya, yang sering mendermakan kekayaannya untuk kepentingan ilmu. Di Baghdad, ia dikenal luas karena kebaikannya. 
Beliau juga seorang perawi banyak hadits yang meriwayatkan hadits-hadits itu lengkap dengan sanadnya. [1] Disebutkan, selama 40 tahun beliau tidur tanpa kasur. Beliau wafat tahun 272 H.
Hari itu, Ahmad bin Mahdi kedatangan seorang tamu perempuan. Perempuan itu berkata: "Aku anak perempuan dari orangtua biasa. Aku dilanda musibah. Aku mohon padamu, atas nama Allah, tutupilah aibku."
"Apa musibahmu?" tanya Ahmad bin Mahdi. 
Perempuan itu menjawab: "Sungguh aku membenci diriku. Aku sekarang hamil. Aku ceritakan pada orang-orang bahwa engkaulah suamiku, dan hamil ini darimu. Tolong jangan permalukan aku. Tutupilah aibku, semoga Allah menutupimu."
Perempuan itu tampak malu dan kikuk, sementara Ahmad bin Mahdi duduk termenung. 
Singkat cerita, beberapa minggu kemudian, perempuan itu melahirkan di rumah Ahmad. Serombongan penduduk kampung halaman perempuan itu, datang beserta imam mereka untuk mengucapkan selamat. 
Ahmad pun menyambut mereka, menunjukkan rasa senang dan bahagia kepada mereka. Ahmad menyerahkan uang dua dinar kepada Imam Mahillah itu dan berkata: "Aku dan dia sudah bercerai. Tolong berikan uang ini pada perempuan itu unuk dibelanjakan untuk keperluan anaknya." 
Sejak itu, Ahmad terus mengirim uang dua dinar tiap bulan melalui Imam itu untuk keperluan sang bayi. 
Bulan berganti tahun, hingga tak terasa sudah bertahun-tahun. Dan Ahmad tak pernah telat mengirim uang belanjanya walau sehari pun. Hingga suatu hari, Imam dan jamaah dari kampung itu kembali menemui Ahmad untuk menyatakan belasungkawa dan mengabari bayi itu telah wafat. 
Ahmad pun menampakkan rasa sedihnya, pasrah dan ridha atas takdir Allah. 
Malam itu, selang satu bulan dari kematian sang bayi, perempuan itu kembali menemui Ahmad. Ia membawa sekantong besar dinar. Ia ingin mengembalikan dinar yang dikirimkan Ahmad selama bertahun-tahun itu. Sambil memohon-mohon, ia menyerahkannya kepada Ahmad. 
Ahmad berkata: "Dinar-dinar ini adalah tali kasihku untuk sang bayi. Sekarang telah menjadi milikmu, karena engkau yang merawatnya. Silahkan kau gunakan sesukamu."
Ahmad tak mau menerima sedikitpun. Perempuan itu pun kembali mengambil dinar. Ia pamitan sambil berkata: "Semoga Allah menutupimu sebagaimana engkau telah menutupi aibku."

Sumber:
--------------------------------
[1] Sanad: mata rantai (nama-nama) para perawi hadits yang sambung menyambung sampai Rasulullah saw
[2] Shifat al Shafwah halaman 4, halaman 84

Baca Selengkapnya >>>
Wednesday, June 7, 2017 0 comments

KONG: SKULL ISLAND

www.jurussemuailmu.blogspot.com

Dated Released : 10 March 2017
Quality : 720p HDRip R6
Info : imdb.com/title/tt3731562
IMDb Rating : 7.2 (24,969 users)
Star : Brie Larson, Tom Hiddleston, Samuel L. Jackson
Genre : Action, Adventure, Fantasy
=========================================









LINK DOWNLOAD


=========================


=========================
Cara Download di PC


===========================
Cara Download di Android




Baca Selengkapnya >>>
Monday, June 5, 2017 0 comments

Imam Al-Ghazali 450-505 H

www.jurussemuailmu.blogspot.com
Bila sulit atau tak memungkinkan bagimu melihat dan memandang para kekasih Allah, menemui dan berkhidmat pada mereka, maka tiada lebih bermanfaat bagi kalbu dan jiwa selain menyimak kesucian hati (ahwal) mereka, merenungi kisah-kisah dan kebiasan-kebiasaan mereka...Alangkah agungnya kerajaan mereka itu... Alangkah ruginya orang yang tak mengikuti mereka.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.

Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.

Sifat pribadi
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum dia memulai pengembaraan, dia telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi dia telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara', zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.

Pendidikan
Pada tingkat dasar, dia mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan dia menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, dia mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, dia melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, dia telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiyah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian dia dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Mekkah,Madinah,Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, dia menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.

Karya beliau:
Tasawuf
- Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), merupakan karyanya yang terkenal
- Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)
- Misykah al-Anwar (The Niche of Lights)

Filsafat
- Maqasid al-Falasifah
Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence).

Fiqih
- Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul

Logika
- Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge)
- Al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance)
- Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)

Sumber:
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Qashashul Awliyaa' lil Waa'izh wal Khathib wal Mu'alim wal Murabbii wal Qaari' al 'Aadii, karya Muhammad Khalid Tsabit, Kairo: 2014
- Christian D. Von Dehsen (1999). Philosophers and Religious Leaders: Volume 2 dari Lives and Legacies. Greenwood Publishing Group. p. 75. ISBN 978-157-356-152-5.
- Hermawan; Karung Mutiara, Jitet Koestana (1997). Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia. pp. vii. ISBN 979-902-308-4.
- (Indonesia) Husaini, Adian (2006). Hegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di perguruan tinggi. Gema Insani. p. 9. ISBN 9795600982.ISBN 978-979-560-098-5
- (Arab) -----. Ihya Ulumuddin (pranala unduhan, unduhan 5.33 MB).
- (Inggris) -----. The Alchemy of Happiness. Translator: Claud Field (1863-1941). Northbrook Society. 1909.
- (Inggris) Marmura. Al-Ghazali The Incoherence of the Philosophers (2nd edition). Printing Press, Brigham. ISBN 0-8425-2466-5.
Baca Selengkapnya >>>
0 comments

John Wick: Chapter 2

Dated Released : 10 February 2017
Quality : BluRay 720p RETAIL
Info : imdb.com/title/tt4425200/
IMDb Rating : 7.9 (104,071 users)
Star : Keanu Reeves, Riccardo Scamarcio, Ian McShane
Genre : Action, Crime, Thriller













LINK DOWNLOAD


=========================
Subtitle Indonesia
=========================
■ Cara Download di PC
▪IndoShare: http://adf.ly/1mEeXt
▪GoogleDrive: http://adf.ly/1mEemF
▪UptoBox: http://adf.ly/1mEepk
▪OpenLoad: http://adf.ly/1mEewd
▪SolidFiles: http://adf.ly/1mEf1V
▪TusFiles: http://adf.ly/1mEfBe
▪1Fichier: http://adf.ly/1mEfFw
▪Turbobit: http://adf.ly/1mEfJY
FileRio.in: http://adf.ly/1mEg3P
===========================
■ Cara Download di Android
▪IndoShare: http://adf.ly/1mEecj
▪GoogleDrive: http://adf.ly/1mEemF
▪UptoBox: http://adf.ly/1mEepk
▪OpenLoad: http://adf.ly/1mEewd
▪SolidFiles: http://adf.ly/1mEf1V
▪TusFiles: http://adf.ly/1mEfBe
▪1Fichier: http://adf.ly/1mEfFw
▪Turbobit: http://adf.ly/1mEfJY
FileRio.in: http://adf.ly/1mEg3P
Baca Selengkapnya >>>
0 comments

Abu al-Hasan Asy-Syadzili Al-Hasani (593-654H)

Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Asy-Syadzili Al-Hasani. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah pendiri Tarekat Syadziliyah. Nasab atau garis keturunan Abul Hasan Asy-Syadzili bersambung sampai dengan Rasulullah SAW.
Berikut ini nasab Abu Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan, bin Abdullah Abdul Jabbar, bin Tamim, bin Hurmuz, bin Hatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya', bin Ward, bin Baththal, bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Muhammad, bin Hasan, bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah binti Rasulullah SAW.
Sebagian besar sumber yang berbicara tentang sejarah Asy-Syadzili sepakat bahwa dia lahir di negeri Maghreb pada tahun 593 H (1197 M), di sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah (sekarang kota Ceuta, eksklave Spanyol di Afrika Utara). Dia tumbuh di desa ini. Dia menghafal Al-Quran dan mulai mempelajari ilmu syariat. Kemudian dia pergi ke kota Tunis ketika masih sangat muda. Dia tinggal di sebuah desa yang bernama Syadzilah. Oleh karena itu, dia dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun dia tidak berasal dari sana, sebagaimana dikatakan oleh penulis al-Qamus. Ada juga yang mengatakan bahwa dia dinisbatkan kepada desa tersebut karena dia tekun beribadah di sana.
Asy-Syadzili berkulit sawo matang, berbadan kurus, perawakannya tinggi, pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang, dan lidahnya fasih serta perkataannya baik. Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia selalu mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Dia tidak pernah terlihat memakai baju-baju bertambalan sebagaimana yang dipakai oleh sebagian sufi, bahkan selalu mengenakan pakaian bagus. Dia menyukai kuda, memelihara, dan menungganginya. Dia selalu menasihatkan untuk bersikap moderat.[1]
____________________________
Sumber:
[1] Ibn Abi al-Qasim al_Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah", halaman 2-4. Penerbit ERLANGGA, 2009 ISBN (13)978-979-033-319-2
Baca Selengkapnya >>>
Saturday, June 3, 2017 0 comments

Hatim al-Ashamm (Hatim "si tuli)


Beliau adalah salah seorang kekasih Allah terkemuka pada abad ketiga Hijrah. Ia berasal dari Balkh (sekarang afganistan). Ia mengarungi ilmu dan keshalehan di bawah bimbingan banyak sufi terkemuka pada zamannya. Kata-kata mutiaranya yang tak ternilai dihimpun dalam banyak kitab.
Dialah hatim. Mengenai dirinya, Imam Junaid al-Baghdadi berkata: "Hatim al-Asham adalah Abu Bakar Sidiqnya zaman kita." (Shiddiq: orang yang teguh membenarkan agama di tengah banyak kalangan yang mendustakannya). Ia wafat tahun 237 H.

Hatim sebenarnya tak pernah tuli sebagaimana ditunjukan oleh namanya, si tuli (al-ashamm). Nama ini bukan pula nama nisbat dari ayah ataupun keluarganya. Ia menjadi terkenal dengan nama ini, tak lain karena satu peristiwa indah yang mengharukan (raqiqah jamilah). Kala itu, hatim sedang mengajar di majlisnya. Seorang perempuan datang menemuinya untuk bertanya. Di tengah percakapannya dengan Hatim, tiba-tiba bunyi keras kentut keluar darinya. Merahlah muka perempuan itu karena malu yang tak tertanggungkan. Hatim serta merta memegang-megang kedua telinganya sambil berkata:
"Keraskan suaramu, aku tak dapat mendengar ucapanmu! Tolong keraskan ucapanmu!"
Ia berlaga tuli demi melenyapkan kegundahan tamunya itu. Dan perempuan itu pun kembali tenang.
Sejak itulah, hatim dikenal dengan nama al-asham alias si tuli.
____________________________________
Sumber: Thabaqat al-Manawa, ditahkik oleh Muhammad Fatha Abu Bakar. Jilid 2, halaman 132
Baca Selengkapnya >>>
 
;